RSUD OKU Selatan Terancam Putus Kerjasama BPJS Kesehatan, Ternyata Ini Penyebabnya


PRABUMULIH, MERDEKASUMSEL.COM - Kepala BPJS Kesehatan Cabang Prabumulih, Yunita Ibnu menegaskan jika hingga 1 Juni 2019 tidak mengurus registrasi dan tidak ada edaran dari menteri kesehatan untuk kerjasama, maka rumah sakit umum daerah (RSUD) Kabupaten OKU Selatan tidak bisa melayani peserta JKN-KIS.

"Selama ini RSUD Muaradua OKU Selatan itu tidak terakreditasi namun karena adanya edaran menteri jika rumah sakit satu-satunya di daerah harus bekerjasama maka bisa melayani peserta JKN-KIS. Namun kalau nanti tidak ada lagi edaran menteri dan tidak terakreditasi bisa jadi atau terancam tidak bisa lagi melayani peserta," tegas Yunita dalam konferensi pers di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Prabumulih, Kamis (2/5/2019).

Yunita mengatakan selain rumah sakit OKU Selatan, dari 14 rumah sakit kerjasama dibawah BPJS Cabang Prabumulih juga ada beberapa rumah sakit yang mengalami kendala seperti untuk di kota Prabumulih ada dua rumah sakit yang sudah warning perpanjangan akreditasi dan izin operasional yakni RSUD Prabumulih dan RS Fadilah.

"RSUD Prabumulih itu akreditasi akan berakhir dan RS Fadilah izin operasional juga akan berakhir di Desember nanti, rumah sakit di Muaraenim aman dan rumah sakit di OKU ibnu sutowo maupun RS Dr Noisemir juga akreditasi maupun izin operasional habis tahun ini," bebernya.

Ibnu menuturkan, kalau akreditasi saja tidak bisa bekerja apalagi jika ditambah dengan izin operasional rumah sakit habis maka jelas dan pasti tidak bisa berkerjasama karena dua hal itu menjadi syarat mutlak suatu rumah sakit bisa melayani masyarakat peserta JKN-KIS.

"Untuk RSUD Martapura dan RSUD Muaradua OKU Selatan itu kuning atau sama sekali belum mengurus akreditasi, RS Panti Bhakti Ningsih Charitas OKU Timur juga habis izin akreditasi. Di OKU Timur sendiri meski dua itu tidak ada izin ada rumah sakit lain yakni At Taqwa yang bisa kadi tempat peserta berobat, sementara di OKUS tidak ada," bebernya.

Baca Juga :


Lebih lanjut melalui kesempatan itu Yunita mengatakan, BPJS Kesehatan kembali mengingatkan sejumlah rumah sakit yang menjadi mitranya untuk memperbarui status akreditasi. Sesuai regulasi yang berlaku, akreditasi menjadi salah satu syarat wajib untuk memastikan peserta JKN-KIS memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan.

"Akreditasi merupakan bentuk perlindungan pemerintah dalam memenuhi hak setiap warga negara agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan bermutu oleh fasilitas pelayanan kesehatan. Akreditasi ini tidak hanya melindungi masyarakat, juga melindungi tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit itu sendiri,"lanjutnya.

Yunita menjelaskan, akreditasi sebagai persyaratan bagi rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan seharusnya diberlakukan sejak awal tahun 2014 seiring dengan pelaksanaan Program JKN-KIS.

Namun memperhatikan kesiapan rumah sakit, ketentuan ini kemudian diperpanjang hingga 1 Januari 2019 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 99 Tahun 2015 tentang perubahan PMK 71 Tahun 2013 Pasal 41 ayat (3).

"Kita sudah berkali-kali mengingatkan rumah sakit untuk mengurus akreditasi. Awal tahun lalu, pemerintah sudah memberi kesempatan kepada rumah sakt yang belum melaksanakan akreditasi untuk melakukan pembenahan dan perbaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".

"Selain itu, pemerintah juga telah memberikan surat rekomendasi kepada sejumlah rumah sakit mitra BPJS Kesehatan yang belum terakreditasi agar paling lambat 30 Juni 2019 nanti harus sudah terakreditasi. Kemudian pada 11 Februari 2019, Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes juga sudah mengirimkan pemberitahuan bagi rumah sakit agar segera terakreditasi," terang Yunita.

Yunita menambahkan, putusnya kerja sama rumah sakit dengan BPJS Kesehatan bukan hanya karena faktor akreditasi semata. Ada juga rumah sakit yang diputus kerja samanya karena tidak lolos kredensialing, sudah tidak beroperasi atau Surat Izin Operasionalnya sudah habis masa berlakunya.

"Dalam proses ini juga mempertimbangkan pendapat Dinas Kesehatan dan atau Asosiasi Fasilitas Kesehatan setempat dan memastikan bahwa pemutusan kontrak tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat dengan melalui pemetaan analisis kebutuhan fasilitas kesehatan di suatu daerah," tambahnya. (FAP)
Share:

0 komentar:

Posting Komentar